MASYARAKAT MADANI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara bahasa civil education adalah suatu usaha membekali peserta didik dengan kemampuan dan hubungan antar warga, terutama bagi warga Indonesia. Setelah masa reformasi rakyat Indonesia dihadapkan dengan berbagai masalah seperti masalah kemajemukan rakyat yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya, kultur, bahasa,dan agama. Dengan kemajuan era globalisasi ini diharapkan Indonesia menjadi bangsa yang dapat menyesuaikan dan berdiri sealiran dengan kemajuan global, menghindari perpecahan dan disintegritas.
Disinilah dibutuhkan sikap toleransi tinggi yang dimiliki masyarakat madani, dimana toleransi, demokrasi, pluralisme serta keterbukaan baik secara sosial maupun politik ini menjadi pemersatu bangsa sehingga menjadi bangsa yang besar. Sikap inilah yang dicita-citakan sebuah bangsa bagi generasi mudanya. Untuk itu dalam penyusunan makalah ini kami akan membahas mengenai penanaman sikap seperti masyarakat madani.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian masyarakat madani?
2. Bagaimana sejarah masyarakat madani?
3. Bagaimana konsep masyarakat madani di Indonesia?
4. Bagaimana ciri-ciri masyarakat madani?
5. Apa saja pilar penegak masyarakat madani?
C. Tujuan Penulisan Makalah
1. Menambah pengetahuan mengenai pengertian dan ruang lingkup masyarakat madani.
2. Untuk mengetahui sejarah masyarakat madani.
3. Untuk mengetahui konsep masyarakat madani di Indonesia.
4. Untuk mengetahui ciri-ciri masyarakat madani.
5. Untuk mengetahui pilar penegak masyarakat madanni
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dan Ruang Masyarakat Madani
1. Pengertian Masyarakat Madani
Istilah masyarakat madani sebenarnya hanya salah satu di antara beberapa istilah lain yang sering kali digunakan orang dalam penerjemahan kedalam bahsa Indonesia, padanan kata civil society. . Secara sosiologis, jika kita merujuk pada istilah society dalam bahasa Indonesia jelas berarti masyarakat.
Istilah civil society juga ada yang mengartikannya identik dengan “masyarakat berbudaya” (civilized society). Lawannya, adalah “masyarakat liar” (savage society”.
Madani merujuk pada Madinah, sebuah Kota yang sebelumnya bernama Yasrtrib di wilayah Arab, dimana masyarakat Islam dibawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW di masa lalu pernah membangun peradaban tinggi. Menurut Nurcholis Madjid, kata “Madinah” berasal dari bahasa Arab “Madaniyah”, yang berarti peradaban. Karena itu, masyarakat madani berasosiasi “masyarakat beradab. Istilah civil society juga terkadang diterjemahkan secara gamblang sebagai masyarakat sipil.
Berikut beberapa definisi masyaraat madani dari beberapa pakar dari berbagai negara yang menganalisa dan mengkaji fenomena masyarakat madani:
a. Zigniew Raw mengatakan bahwa masyarakat madani merupakan suatu masyarakat yang berkembang dari sejarah yang mengandalkan dimana individu dan perkumpulan tempat mereka bergabung, bersaing satu sama lain guna mencapai nilai-nilai yang mereka yakini.
b. Han Sung-Joo mengatakan bahwa masyarakat madanai suatu kerangka hukum yang melindungi dan menjamin hak-hak dasar individu, perkumpulan suka rela yang terbebas dari negara, suatu orang politik yang mampu mengartikulasikan isu-isu politik, gerakan warga negara yang mampu mengendalikan diri dan inedpenden, yang secara bersama-sama mengakui norma-norma dan budaya yang menjadi identitas dan solidaritas yang terbentuk serta pada akhirnya akan terdapat kelompok inti dalam civil society.
c. Kim Sunhyuk mengatakan bahwa masyarakat madani meerupakan dsatu satuan yang terdiri dari kelompok-kelompok yang secara mandiri menghimpun dirinya dan gerakan-gerakan dalam masyarakat yang secara relatif otonom dari negar, yang merupakan satuan-satuan dasar dari reproduksi dan masyarakat politik yang melakukan kegiatan politik dari suatu ruang publik, guna menyatakan kepedulian mereka menurut prinsip-prinsip pluralisme dan pengelolaan yang mandiri.
Dari pernyataan-pernyataan tokoh tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab dalam membangun, menjalani, dan memaknai kehidupannya.
B. Sejarah Masyarakat Madani
Untuk memahami maasyarakat madani terlebih dahulu harus dibangun paradigma bahwa konsep masyarakat madani ini bukan merupakan suatu konsep masyarakat madani ini bukan merupakan suatu konsep yang final dan sudah jadi, melainkan ia merupakan sebuah wacana yang harus dipahami sebagai sebuah proses. Oleh karna itu untuk memahaminya haruslah dianalisis secara historik.
Pada masa Aristoteles (383-322 SM) masyarakat madani dipahami sebagai sistem kenegaraan dengan menggunakan istilah koinonia politike yakni sebuah komunitas politik, tempat warga dapat terlibat langsung dalam berbagai percaturan ekonomi-politik dan pengambilan keputusan.
Istilah ini menggambarkan sebuah masyarakat politis dan etis dimana warga negara di dalamnya berkedudukan di depan hukum menurut Adam Fergusson ia menekankan masyarakat madani pada sebuah visi etis dalam kehidupan bermasyarakat. Pemahamannya ini digunakan untuk mengantisipasi perubahan sosial yang diakibatkan oleh revolusi industri dan munculnya kapitalisme serta mencoloknya perbedaan antara publik dan individu.
Sedangkan menurut Karl Marx, masyarkat madani sebagai “masyarakat borjuis” dalam konteks hubungan produksi kapitalis, keberadaannya merupakan kendala bagi pembebasan manusia dari penindasan. Karenanya, maka ia harus dilenyaapkan untuk mewujudkan masyarakatan tanpa kelas.
Dari berbagai model pengembangan masyarakat madani di atas bahwa gerakan membangun masyarkat madani menjadi perjuangan untuk membangun harga diri mereka sebagai warga negara. Gagasan tentang masyarakat madani kemudian menjadi semacam landasan ideologis unutk membebaskan diri dari cengkrama negara yang sistematis melemahkaan daya kreasi dan kemandirian masyarakat.
C. Konsep Masyarakat Madani
Pemikiran tentang masyarakat madani yang sebenarnya bukanlah suatu konsep yang baru. Sebagai sebuah gagasan yang awalnya lahir dari sejarah masyarakat barat, Hikam melihat bahwa akar sejarah gagasan ini dapat ditelusuri kehadirannya sejak Aristoteles, meskipun Cicero-lah yang mulai menggunakan istilah societies civilis dalam filsafat politiknya. Pada awalnya pengertian masyarakat madani dan negra diangggap sama –dimana dipakai istilah-istilah koinonia politike, socite civile. Dalam perkembangannya, kemudian konsep masyarakat madani mendapatkan perubahan makna. Mulai paruh kedua abad ke-16 sejalan dengan proses pembentukan formasi sosial dan perubahan struktur politik di eropa sebagai akibaat Reinaissance dan modernisasi yang mendorong runtuhnya rezim-rezim absolute.
Masyarakat madani muncul sebagai reaksi terhadap pemerintah militeristik yang dibangun oleh rezim orde baru selama 32 tahun. Bangsa Indonesia berusaha untuk mencari bentuk masyarakat madani yang pada dasarnya masyarakat sipil yang demokrasi dan agamis atau religious.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki ke khasan social-budaya. Dan itu merupakan fakta historis bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk, yang terdiri dari beragam suku, budaya dan bahasa memiliki satu system nilai yang berbeda. Kemajemukan ini akan menjadi bencana dan konflik yang berkepanjangan jika tidak dikelola dengan baik. Kebinekaan dan kearifan budaya local inilah yang harus dikelola sehingga menjadi basis bagi terwujudnya masyarakat madani.
Menurut Tilaar ciri-ciri masyarakat madani Indonesia adalah :
1) Keragaman budaya sebagai dasar pengembangan identitas bangsa Indonesia dan Identitas Nasional.
2) Adanya saling pengertian diantara anggota masyarakat .
3) Adanya toleransi yang tinggi.
4) Perlunya satu wadah bersama yang diwarnai oleh adanya kepastian hukum.
D. Ciri-Ciri Masyarakat Madani
Masyarakat madani muncul sebagai reaksi terhadap pemerintah militeristik, yang dibangun oleh rezim orde baru selama 32 tahun. Bangsa Indonesia berusaha untuk mencari bentuk masyarakat madani yang pada dasarnya adalah masyarakat sipil yang demokrasi dan agamis,atau religius.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekhasan sosial budaya. Dan itu merupakan fakta historis bahwa masyarakat Indonesia adalah Masyarakat majmuk,yang terdiri dari beragam suku , budaya , dan bahasa, memiliki satu sistim nilai yang berbeda. Kemajmukan ini akan menjadi bencana dan konflik yang berkepanjangan, jika tidak dikelola dengan baik. Kebinekaan dan kearifan budaya lokal inilah yang harus dikelola sehingga menjadi basis bagi terwujudnya masyarakat madani.
Penyebutan karakteristik civil society dimasudkan untuk menjelaskan bahwa dalam merealisasikan wacana civil society diperlukan prasyarat-prasyarat yang menjadi nilai universal dalam penegakan civil society. Prasyarat ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain atau hanya mengambil salah satunya saja, melainkan merupakan satu kesatuan yang integral yang menjadi dasar dan nilai bagi eksistensi civil society. Karakteristik tersebut antara lain adalah adanya Free Public Sphere, Demokratis, Toleransi, Pluralisme, Keadilan Sosial (social justice).
1) Free Public Sphere adalah adanya ruang publik yang bebas sebagai sarana dalam mengemukakan pendapat.
2) Demokratis. Salah satu entitas yang menjadi penegak wacana civil society, dimana dalam menjalani kehidupan, warga negara memiliki kebebasan penuh untuk menjalankan aktivitas kesehariannya, termasuk dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
3) Toleran. merupakan sikap yang dikembangkan dalam civil society untuk menunjukkan sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dilakukan oleh orang lain.
4) Pluralisme. Menurut Nurcholis madjid, konsep pluralisme ini merupakan prasyarat bagi tegaknya civil society. Pluralisme menurutnya adalah pertalian sejati kebinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban (genuine engagemen of diversities within the bonds of civility) bahkan pluralisme adalah juga suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia antara lain mekanisme pengawasan dan pengimbangan (check and balance).
5) Keadilan Sosial (social justice). Keadilan dimaksudkan untuk menyebutkan keseimbangan dan pembagian yang proporsional terhadap hak hdan kewajiban setiap warga Negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan.
E. Pilar Penegak Masyarakat Madani
Yang dimaksud pilar penegak civil society adalah institusi-institusi yang menjadi bagian dari sosial kontrol yang berfungsi mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa yang diskriminatif serta mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas.
Diantara pilar-pilar ci2vil society adalah sebagai berikut :
1. Lembaga Swadaya Masyarakat
Lembaga Swadaya Masyarakat adalaah institusi sosial yang dibentuk oleh swadaya masyarakat yang tugas esensinya adalah membantu dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang tertindas
2. Pers
Pers merupakan institusi yang penting dalam penegakan civil society, karena memungkinkannya dapat mengkritisi dan menjadi bagian dari sosial kontrol yang dapat menganalisa serta mempublikasikan berbagai kebijakan pemerintah yang berkenan dengan warga negaranya.
3. Supremasi Hukum
Sebagai warga negara, baik yang duduk dalam formasi pemerintahan maupun sebagai rakyat, harus tunduk pada hukum yang berlaku. Hal tersebut berarti bahwa perjuangan untuk mewujudkan hak dan kebebasan antar warga negara dan antara negara dan pemerintahan haruslah dilakukan dengan cara-cara yang damai dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Supremasi hukum memberikan jamina dan perlindungan terhadap segala bentuk penindasan individu dan kelompok yang melanggar norma-norma hukum dan segala bentuk penindasan hak asasi manusia.
4. Perguruan Tinggi
Perguruan tinggi adalah tempat dimana civitas akademiknya (dosen dan mahasiswa) merupakan bagian dari kekuatan sosial dan civil society untuk menyalurkan aspirasi masyarakat dan mengkritisi berbagai kebijakan-kebijakan pemerintah, dengan catatan gerakan yang dilancarkan oleh mahasiswa tersebut masih pada jalur yang benar dan memposisikan diri dari rel dan realitas yang betul-betul objektif, mnyuarakan kepentingan masyarakat (public).
5. Partai Politik
Partai politik merupakan wahana bagi warga negara untuk dapat menyalurkan aspirasi politiknya. Sekalipun memiliki tendensi politis dan rawan akan hegemoni negara, tetapi bagaimanapun sebagai sebuah tempat ekspresi politik wraga negara, maka partai politik ini menjadi prasyarat bagi tegaknya civil society.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab dalam membangun, manjalani, dan memaknai kehidupan.
2. Sejarah masyarakat madani : gerakan membangun masyarakat madani menjadi perjuangan untuk membangun harga diri mereka sebagai warga negara. Gagasan tentang masyarakat madani kemudian menjadi semacam landasan ideologis untuk membebaskan diri dari cengkrama negara yang sistematis melemahkaan daya kreasi dan kemandirian masyarakat.
3. Konsep masyarakat madani di Indonesia: Dan itu merupakan fakta historis bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk, yang terdiri dari beragam suku, budaya dan bahasa memiliki satu system nilai yang berbeda. Kebinekaan dan kearifan budaya local inilah yang harus dikelola sehingga menjadi basis bagi terwujudnya masyarakat madani.
4. Ciri masyarakat madani : Free Public Sphere, Demokratis, Toleransi, Pluralisme, Keadilan Sosial (social justice).
5. pilar penegak masyarakat madani: Lembaga swadaya masyarakat (LSM), Pers, Supremasi hukum, Perguruan tinggi, dan Partai politik.
B. SARAN & KRITIK
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan pembaca dalam mempelajari mata kuliah Pendidikan kewarganegaraan terutama pada bab masyarakat madani. Penulis menyadari dalam kami menyelesaikan makalah ini, masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, saran serta kritik yang bersifat membangun sangatlah kami butuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
Culla Adi Suryadi, Masyarakat Madani: Pemikiran, Teori, dan Relevansinya Dengan Cita-Cita Reformasi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1999, hlm. 3
Thaba Abdul Aziz, Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru, Gema Insani Press, Jakarta, 1996, hlm. 50
Azra Azyumardi, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, ICCE UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2003.
Suryadi Adi, Masyarakat Madani: Pemikiran Teori dan relevansinya dengan Cita-cita Reformasi, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1999.
M. Arif, Abdul Rozaq , Wahdi sayuti,. Demokrasi, Hak Asasi Manusia Dan Masyarakat Madani. ICC UIN Syarif Hidayatullah dan The Asia Foundation, Jakarta, 2004.
Farida Hamid, A. Ubaidillah, Abdul Rozak, dkk, Pendidikan Kewargaan, Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani, IAIN Jakarta Press, Jakarta, 2000.